PT SOLID GOLD BERJANGKA | BI Rangkum Stabilitas Sistem Keuangan 2017 dalam Sebuah Buku

broken image

PT SOLID GOLD BERJANGKA MAKASSAR - Bank Indonesia (BI) meluncurkan buku Kajian Stabilitas Keuangan No 30, Maret 2018. Gubernur BI Agus Martowardojo menjelaskan buku ini disusun sebagai bagian kewenangan BI dalam pengaturan pengawasan makroprudensial.

"Tema yang diusung, penguatan stabilitas sistem keuangan dalam upaya menjaga momentum pertumbuhan," ujar Agus dalam peluncuran buku KSK di Gedung BI, Jakarta Pusat, Jumat (18/5/2018).

Agus menjelaskan fungsi makroprudensial adalah amanat dari Undang-undang. Hal ini meliputi stabilitas institusi keuangan, pasar keuangan, korporasi rumah tangga dan infrastruktur keuangan.

Menteri Keuangan 2010-2013 ini menjelaskan stabilitas makro ekonomi dan keuangan Indonesia pada 2017 masih terjaga dengan baik, meski disertai risiko ekonomi domestik yang menurun. Kemudian momentum ekonomi terutama pada paruh kedua 2017 berjalan dengan tingkat inflasi yang terjaga di level yang rendah.

Kemudian neraca pembayaran Indonesia (NPI) juga berhasil dikelola dengan baik. Meskipun sempat ada tekanan pada rupiah sejak akhir 2017 persis pada Februari 2017 hingga Mei 2018 dapat dikelola dengan baik.

"Sehingga depresiasi rupiah dapat dijaga dan tidak sedalam negara emerging lainnya. Ini didukung oleh upaya stabilisasi BI yang dilakukan dengan mendorong mekanisme pasar dan ketersediaan valas di pasar keuangan," ujarnya.

Dia menambahkan kerentanan ini perlu diwaspadai dengan seksama untuk memitigasi dan mengurangi risiko sistem keuangan. Kemudian stabilitas sistem keuangan Indonesia masih terjaga hal ini ditunjukkan oleh indeks stabilitas keuangan yang berada di zona normal.

Stabilitas sistem keuangan yang terjaga tercermin pada rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) perbankan yang cukup tinggi mencapai 22,5% dan rasio likuiditas (AL/DPK) yang masih aman yaitu sebesar 21,2% pada Maret 2018.

Di samping itu, rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) menurun menjadi 2,75% (gross) atau 1,25% (net) pada Maret 2018. Stabilitas sistem keuangan yang terjaga ini berkontribusi positif pada perbaikan fungsi intermediasi perbankan.

Rata-rata suku bunga deposito dan kredit rupiah masih menurun, meski terbatas, menjadi 5,84% dan 11,20% pada Maret 2018. Pertumbuhan kredit pada Maret 2018 tercatat sebesar 8,5% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 8,2% (yoy).

Sementara itu, pembiayaan ekonomi melalui pasar modal pada Maret 2018 tetap tinggi mencapai Rp 42,9 triliun (gross), bersumber dari penerbitan obligasi korporasi, Medium Term Notes (MTN), dan Negotiable Certificate of Deposit (NCD). Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Maret 2018 tercatat 7,7% (yoy), turun dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya yang mencapai 8,4% (yoy).

Dengan perbaikan ekonomi dan kemajuan konsolidasi korporasi dan perbankan, BI memperkirakan pertumbuhan kredit dan DPK akan lebih baik pada 2018, masing-masing dalam kisaran 10,0-12,0% (yoy) dan 9,0-11,0% (yoy).

BI akan terus memantau dan memitigasi dampak perkembangan nilai tukar dan suku bunga terhadap stabilitas sistem keuangan, baik terkait aspek likuiditas, permodalan, maupun risiko kredit, guna mengoptimalkan intermediasi perbankan yang sehat.

Dorong Penguatan Stabilitas dengan Kebijakan Makroprudensial

BI mengungkapkan stabilitas sistem keuangan dibutuhkan untuk syarat terwujudnya pemulihan ekonomi yang berkesinambungan.

Agus menjelaskan, untuk meningkatkan resiliensi sistem keuangan dari potensi risiko sistemik di tengah tantangan dan kompleksitas dinamika sistem keuangan. Karena itu dibutuhkan kebijakan makroprudensial untuk mendukung ini.

"Asessment yang dilakukan Bank Indonesia terhadap komponen-komponen dalam sistem keuangan, yang meliputi institusi keuangan, baik perbankan maupun non-bank, pasar keuangan, korporasi, rumah tangga, serta infrastruktur keuangan, merupakan landasan bagi perumusan kebijakan makroprudensial Bank Indonesia," ujar Agus.

Agus menyebutkan, dalam buku KSK ini terdapat pemaparan perkembangan kondisi dan risiko pada sistem keuangan serta faktor-faktor yang dapat mengganggu stabilitas sistem keuangan secara akurat dan komprehensif. Selain itu, dijelaskan pula berbagai respons kebijakan Bank Indonesia yang ditempuh guna memitigasi risiko sistemik.

Dia menambahkan tahun 2017 merupakan periode pemulihan ekonomi global setelah pertumbuhan ekonomi dunia menyentuh titik terendah pada 2016. Perbaikan perekonomian global memperlihatkan adanya sumber pertumbuhan ekonomi global yang lebih merata, dengan motor pertumbuhan ekonomi dunia yang bersumber dari negara maju dan berkembang.

Dari sisi domestik, stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan pada 2017 masih terjaga, disertai dengan risiko perekonomian domestik yang menurun. Berbagai langkah dan upaya ditempuh oleh BI dan otoritas lain di sektor keuangan dalam merespon dinamika perekonomian dan sistem keuangan global maupun domestik, khusunya dalam memperkuat momentum pemulihan ekonomi nasional yang sedang berjalan.

Ke depan, penguatan kebijakan makroprudensial difokuskan kepada tiga aspek utama yaitu penguatan likuiditas, penguatan fungsi intermediasi yang berkualitas dan peningkatan efektivitas instrumen makroprudensial.

Selain itu, BI akan mengoptimalkan bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan di tengah pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung serta melakukan koordinasi dan harmonisasi kebijakan lintas lembaga yang baik dan berkesinambungan.

"BI juga akan berkoordinasi dengan pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam rangka menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," kata dia.